Kandang Babi


Saat ini usiaku sudah kepala 3 sudah beristri dan mempunyai dua orang anak yang manis-manis. Aku saat ini bekerja di sebuah perusahaan riset multinasional yang berkedudukan di Surabaya. Sebenarnya aku berasal dari kota Bengawan di Jawa Tengah dan kulewatkan masa kecilku di kota itu hingga kuselesaikan pendidikanku di universitas terkemuka di Kota Bengawan itu. Aku ingin menceritakan kisah yang pernah kualami di masa kecilku yang hingga kini masih membekas dalam ingatanku. Betapa tidak!! Apa yang kualami pada masa itu merupakan suatu kenangan yang tak mungkin kulupakan hingga kini.

Aku masih ingat betapa kehidupanku saat itu sangat susah. Ibuku ditinggal ayahku untuk selama-lamanya ketika aku masih sangat belia. Sehingga sejak ayah meninggal, ibu harus membanting tulang untuk menghidupi aku dan dua orang kakakku. Saat itu usiaku baru 12 tahunan. Aku merupakan anak paling kecil dengan dua orang kakak laki-laki yang masing-masing usianya terpaut dua tahun dariku. Karena aku merupakan anak bungsu dari ibuku, aku menjadi anak yang paling dekat dengan ibuku. Oh ya aku hampir lupa menceritakan bahwa ibuku sebenarnya merupakan istri ke-5 dari ayahku. Jangan heran kalau ayahku mempunyai banyak istri, karena ayahku almarhum dulunya adalah seorang lurah yang disegani dan cukup kaya. Namun karena ibuku merupakan istri termuda ayahku, maka hanya sedikit warisan yang ditinggalkan ayahku hingga kehidupan kami cukup menderita sepeninggal ayah.

Satu-satunya warisan ayahku adalah sebuah rumah yang kami tinggali dan sebidang tanah kebun yang luasnya kira-kira hanya 1 hektar. Karena ibuku tidak pandai mengolah tanah, maka untuk membiayai kehidupan kami sekeluarga terpaksa tanah itu dikontrakkan ke orang lain dengan harga yang cukup lumayan. Sedangkan untuk penghidupan sehari-hari, ibuku berjualan jamu gendong yang setiap pagi dan sore harus berjualan keliling kampung.

Tanah kebunku disewa oleh seorang juragan babi keturunan tionghoa yang kukenal dengan nama Koh A Kiauw untuk dipakai memelihara babi. Koh A Kiauw orangnya sangat baik dan ramah serta suka menolong. Aku bahkan diminta oleh Koh A Kiauw untuk membantunya merawat babi-babinya yang dipelihara di tanah kebunku setelah pulang sekolah. Walaupun upahnya kecil, tetapi aku senang membantunya karena setidak-tidaknya aku bisa membantu meringankan beban ibuku yang sangat berat. Jadi sejak kecil aku sudah bisa mencari uang dan ini merupakan berkah tersendiri bagiku sehingga aku bisa mandiri hingga sekarang.

Koh A Kiauw saat itu usianya kira-kira antara lima puluh tahunan. Orangnya agak botak dengan kumis yang memanjang dan sedikit jenggot khas orang tionghoa di film-film silat mandarin yang sering kutonton. Tubuhnya agak pendek dan sedikit gemuk sehingga kalau berjalan agak mirip-mirip tong berjalan. Hal yang paling kuat tertanam dalam ingatanku adalah bahwa Koh A Kiauw lidahnya cedal sehingga tidak bisa mengucapkan bunyi “r”. Sehingga kalau berbicara, ia selalu mengucapkan “l” untuk menggantikan huruf “r”. Aku sering meledeknya dengan menceritakan kalau kebunku itu dulunya angker dan setiap malam Jum’at kliwon akan selalu muncul hantu cantik yang biasa disebut “peri”. Aku selalu tertawa terpingkal-pingkal kalau mendengar Koh A Kiauw menjawab gurauanku dengan kata-katanya yang cedal.

“Ya… tidak ada itu ‘peli’… kalau ada ‘peli’ datang owe mau pelkosa itu ‘peli’…” Ia akan mengucapkan ‘peri’ dengan ‘peli’ karena tidak bisa mengucapkan huruf ‘r’. Dan ketawaku spontan langsung meledak begitu ia mengucapkan kata-kata itu! Tetapi mungkin ia tidak menyadari olokanku hingga ia pun ikut tergelak tertawa sampai matanya yang sipit seperti terpejam.

Seperti biasanya … siang itu sekolahku pulang lebih awal daripada biasa karena guru-guru mau rapat. Setelah berganti baju, aku langsung berlari menuju kandang babi Koh A Kiauw untuk mulai bekerja. Aku heran kenapa di kandang babi itu tidak ada orang, padahal si Engkoh biasanya selalu ada di situ dari pagi hingga sore. Lalu tanpa curiga aku bergegas menuju gudang tempat penyimpanan perlengkapan peternakan untuk menyiapkan makanan buat babi-babi si Engkoh.

Aku begitu terkejut ketika aku mendengar ada suara perempuan ada di gudang. “Lho .. itu kan suara mbak Surti” kataku dalam hati. “Lagi ngapain dia di gudang si engkoh” kata ku lagi dengan agak curiga. photomemek.com Oh ya aku belum sempat cerita, kalau di kandang babi yang letaknya di pinggir kampungku itu ada sumur yang banyak dimanfaatkan penduduk sekitar yang tidak berapa banyak itu untuk keperluan sehari-hari. Sumur itu memang si engkoh yang membuatnya untuk keperluan kandang babinya, tetapi karena penduduk kesulitan air maka mereka ikut memanfaatkannya. Dan si engkoh memperbolehkannya.

Daerahku, walaupun terletak di pinggir sungai bengawan tetapi untuk memperoleh air bersih agak sulit. Sumur harus digali dalam-dalam hingga mencapai 20 meteran agar memperoleh air bersih. Dan untuk itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam pembuatannya. Padahal keadaan ekonomi penduduk sekitarku adalah termasuk kelompok penduduk yang kalau disamakan dengan kondisi saat ini adalah termasuk penerima BLT! Maklum profesi mereka sebagian besar adalah pekerja serabutan dan tukang becak. Jadi tidak mungkin mereka mampu membuat sumur sendiri.

Mbak Surti adalah istrinya mas Tarman yang sehari-harinya bekerja sebagai pengayuh becak di Pasar Klewer. Mereka berdua mengontrak tanah di kebun ibuku dan membuat rumah sederhana dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Jarak rumahnya dari rumahku hanya sekitar 10 meteran saja. Meskipun orang miskin, mbak Surti termasuk orang yang selalu merawat diri sehingga tubuhnya cukup terawat dan bersih. Wajahnya tidak cantik, tetapi bodynya termasuk seksi. Apalagi saat itu anaknya baru satu dan masih balita pula sehingga masih kelihatan menarik. Sejak anaknya lahir, mas Tarman semakin giat bekerja mengayuh becaknya hingga terkadang sampai larut malam baru pulang lalu keesokan harinya berangkat mengayuh becak lagi.

Dengan langkah mengendap-endap seperti layaknya maling sedang beraksi, aku mendekati gudang yang hanya terbuat dari anyaman bambu itu. Langkahku semakin hati-hati takut menimbulkan suara mencurigakan saat aku semakin dekat ke gudang si engkoh.

“Jangan ..kohh… nanti ketahuan orang gimana” demikian suara mbak Surti
“Alaa… kamu engak usah takut … jam segini mana ada olang ha….! Paling-paling kalau ada olang pasti mau minta ail di sumul … jadi Sulti nggak usah khawatil…”
“Tapi … nanti kalau si Adi datang gimana koh?” mbak Surti tetap masih khawatir. Oh ya Adi adalah namaku dan mbak Surti sudah kenal sekali denganku karena ia kebetulan ikut menyewa kamar di rumahku.
“Ooo.. si Adi itu balu jam dua belas nanti datangnya … jadi Sulti enggak usah khawatil ha…” demikian suara Engkoh terdengar amat jelas di telingaku agak gemetar.

Dengan sangat hati-hati aku mengintip ke dalam gudang dari celah-celah anyaman bambu penyekat gudang itu. Aku begitu terkejut melihat pemandangan yang terpampang di dalam sana. Kulihat mbak Surti bersimpuh di depan si engkoh sambil mengulum batang kemaluan engkoh yang hanya melorotkan celana kolornya hingga ke lututnya. Batang kemaluan si engkoh yang berwarna agak kemerahan seperti babi-babinya itu bergerak keluar masuk di dalam kuluman mbak Surti. Sementara itu mulut si engkoh tak henti-hentinya menggumam dengan suara tak jelas menerima rangsangan mbak Surti. Tangan si engkoh pun tak tinggal diam, dipegangnya bagian belakang kepala mbak Surti dan ditarik serta didorong untuk membantunya menggerak-gerakkan kepalanya maju mundur.

“Ya… telushhh.. ohhh Sulti pintal…ya… telus … ooo.. Sulti hebathhh” tak henti-hentinya si engkoh menggumam memuji kehebatan mbak Surti dalam melakukan seks oral terhadap batang kemaluannya yang sudah sangat keras dan tegang itu.

Aku semakin deg-degan melihat adegan yang baru kulihat pertama kali dalam hidupku itu. Pakaian mbak Surti juga sudah acak-acakan. Gaunnya sudah agak terbuka di bagian dadanya dan kulihat tali behanya sudah terlepas dari kaitannya tetapi masih menempel di tubuhnya. Tak lama kemudian, si engkoh menarik tubuh mbak Surti hingga ia kini berdiri berhadap-hadapan dengan si engkoh. Tangan si engkoh segera bergerak ke pantat mbak Surti yang masih kencang dan mulai bergerak meremasnya. Sementara itu bibir si engkoh mulai melumat bibir mbak Surti dengan rakusnya. Tubuh mbak Surti semakin menggelinjang saat tangan si Engkoh melai menyusup ke dalam cd-nya dan meremas-remas pantatnya dengan gemas. Leher mbak Surti yang bersih pun tak luput dari sasaran keganasan bibir si engkoh.

Bibir si engkoh yang ganas terus merayap dari leher turun ke pundak lalu turun lagi hingga kulihat gaun mbak Surti semakin melorot dan memperlihatkan dua gundukan bukit payudaranya yang masih mengkal. Puting payudara mbak Surti yang berwarna agak kecoklatan kulihat semakin mengeras saat mulut si engkoh dengan rakusnya melumat kedua puting itu silih berganti. Tubuh mbak Surti semakin liar bergerak mendapat perlakuan seperti itu. Aku jadi teringat saat secara tidak sengaja aku melihat mbak Surti sedang meneteki Endah anakanya yang masih balita. Si engkoh mirip sekali dengan Endah saat menetek mbak Surti!! Cuma bedanya saat ini mbak Surti kelihatan gelagapan saat meneteki si engkoh.

Tangan mbak Surti pun tak tinggal diam, tangannya terus meremas dan mengurut batang kemaluan si engkoh yang sudah sangat tegang dan keras. Celana kolor si engkoh kulihat sudah teronggok di lantai sementara gaun mbak Surti terus melorot hingga ke pinggangnya.

“Owgh… telushhh ti…. iya …itu… ohhh..!!” si engkoh terus menggumam saat tangan mbak Surti semakin gemas meremas dan mengurut dan mengocok batang kemaluan si engkoh. Mata si engkoh yang sipit semakin terpejam menahan nikmat yang diberikan mbak Surti.
“Akhh… kohhh…terushhhh…kohhh” mbak Surti merintih seperti orang kepedasan saat kulihat tangan si engkoh menggerayangi daerah kemaluan mbak Surti. Tangan si engkoh sudah menyusup ke dalam cd mbak Surti dan mengobrak-abrik segala isinya yang ada. Tubuh mbak Surti semakin bergetar menerima perlakuan itu.

Aku semakin terpana melihat pemandangan yang baru kali ini kulihat, saat tangan si engkoh melorotkan gaun mbak Surti sekaligus cd-nya dengan kasar hingga teronggok di lantai. Mbak Surti kini sudah telanjang bulat sambil berdiri dipeluk si engkoh. Sungguh indah sekali tubuh mbak Surti. Payudaranya yang indah bergoyang-goyang mengikuti irama gerak tubuhnya. Pinggangnya yang masih ramping membentuk indah terpadu dengan pinggulnya yang besar. Pantat mbak Surti kelihatan masih kencang dan bulat sangat merangsang bagi siapa saja yang melihatnya. Sambil mulutnya terus melumat kedua puting payudara mbak Surti, si engkoh pun segera melepas bajunya yang selalu kedodoran itu dan melemparkannya ke samping.

Kini kedua insan berlainan jenis itu sudah dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh mereka. Sungguh kontras sekali pemandangan yang kulihat saat itu. Tubuh si engkoh berkulit putih tetapi perutnya gendut seperti pegulat Sumo, sementara di lain pihak tubuh mbak Surti ramping bahkan cenderung agak kurus tetapi kulitnya agak gelap khas wanita Jawa.

Tak lama kemudian kulihat tubuh mbak Surti yang telanjang didorong si engkoh ke arah sudut gudang dan didudukannya di atas peti kayu tempat peralatan. Lalu si engkoh berjongkok di depan mbak Surti dan didekatkannya wajahnya ke daerah selangkangan mbak Surti yang sudah terbuka lebar. Rambut kemaluan mbak Surti sangat lebat dan hitam sehingga kelihatan seperti bukit rerumputan berwarna hitam. Lalu kepala mbak Surti terdongak ke atas sambil memejamkan matanya saat mulut si engkoh mulai beraksi menjilati gundukan bukit di selangkangannya. Payudaranya berayun-ayun indah saat tubuhnya menggerinjal menerima serangan si engkoh.

“Ouchh….kohhhh … geliiiihh… akhhhh…!” mulut mbak Surti terus merintih seperti orang kepedasan.
“Hmmm… punya Sulti … enakkhhh… baunya sedapphhh..!” suara si engkoh pun seperti terputus-putus sambil terus menjilati gundukan selangkangan mbak Surti.
“Sudah ..kohhh… Surti …tidak tahhaannnhhh…ohhhhh..!” mbak Surti menjerit histeris dan tubuhnya berkelojotan saat si engkoh semakin bersemangat menggosok gundukan bukit kemaluannya dengan mulutnya. Walaupun mulutnya bilang sudah, tetapi tangan mbak Surti justru menekan kepala si engkoh lebih ketat ke arah kemaluannya.
Payudara mbak Surti bergoyang semakin keras dan tubuhnya terus menggeliat seperti cacing kepanasan. Lalu dengan diiringi rintihan panjang tubuh mbak Surti mulai melemah dan ambruk ke punggung si engkoh.
“Bagaimana Sulti… enak ha?”
“Ohhh…. engkoh memang pintar…”

Setelah membiarkan mbak Surti istirahat beberapa saat, lalu si engkoh melepaskan pelukannya dari tubuh telanjang mbak Surti. Dibentangkannya beberapa lembar karton bekas hingga menyerupai alas dan merebahkan tubuhnya yang gendut hingga telentang di atas hamparan karton bekas itu. Kemudian tanpa disuruh, mbak Surti segera bangkit dari peti kayu lalu berjongkok di atas kemaluan si engkoh. Mbak Surti segera mengangkangi si engkoh dan membimbing batang kemaluan si engkoh yang sudah tegak ke arah selangkangannya.

Aku tercekat melihat betapa mbak Surti dengan pelan mulai menurunkan pantatnya hingga kedua tubuh bugil itu mulai menyatu. Kepala mbak Surti terdongak ke atas seperti ada sesuatu yang menyodok saat hampir seluruh batang kemaluan si engkoh melesak ke dalam jepitan lubang kemaluannya. Si engkoh pun kudengar mulai menggeram dan napasnya menderu seperti babi kelaparan.

Aku yang masih begitu polos hampir saja tertawa melihat adegan yang diperagakan kedua insan berlainan jenis di gudang itu. Dalam bayanganku saat itu mereka nampak seperti main kuda-kudaan dengan si engkoh menjadi kudanya dan mbak Surti berlaku sebagai joki balapnya. Apalagi ketika mbak Surti mulai menggoyang pantatnya naik turun lalu maju mundur di atas perut gendut si engkoh. Aku hampir saja tak kuat menahan tawa melihat adegan itu.

Beberapa saat kemudian kulihat mbak Surti semakin gila menggerakan tubuhnya di atas perut si engkoh. Rambutnya beriapan kesana-kemari mengikuti irama ayunan tubuhnya. Si engkoh pun tak kalah giatnya, pantatnya terangkat naik saat pantat mbak Surti bergerak turun sehingga seperti saling berpacu mengejar sesuatu.
“Ter..rushhh kohh… akhh…ter..rushhhh..” kudengar mbak Surti terus merintih dan semakin mempercepat ayunan pantatnya. Tangan mbak Surti mulai mencengkeram dada si engkoh dan tubuhnya berkejat-kejat seperti tersengat listrik. Lalu dengan diiringi rintihan panjang tubuh mbak Surti ambruk menindih dada si engkoh.

“Hhh…gimana Sulti…enak ha?”
“Ohh…engkoh …heb..bath….!”
“Hebat mana sama suami kamu ha?”
“Yach…hebat engkoh dong..” suara mbak Surti terdengar manja sambil tanganya memencet hidung si engkoh yang kembang kempis karena dipuji.

Kedua tubuh telanjang itu masih menyatu dengan mbak Surti menindih si engkoh. Kulihat batang kemaluan si engkoh masih menancap di dalam lubang kemaluan mbak Surti. Rupanya si engkoh belum orgasme! Hal ini kuketahui karena beberapa saat kemudian si engkoh membalikkan tubuh mbak Surti hingga sekarang si engkoh yang gantian menindih tubuh mbak Surti. Secara perlahan si engkoh mulai menggerakkan pantatnya naik turun memompa batang kemaluannya yang masih terjepit erat dalam lubang kemaluan mbak Surti.

Aku menjadi semakin geli melihat adegan itu. Dalam bayanganku seolah-olah aku sedang melihat babi sedang kawin. Bagaimana tidak!! Tubuh si engkoh yang gendut dengan perut membuncit bergerak naik turun pantatnya maju mundur layaknya babi sedang kawin! Mulut si engkoh pun tak tinggal diam. Bibirnya bergerak menyergap bibir mbak Surti yang setengah terbuka sambil terus menggenjot kemaluan mbak Surti.

Mbak Surti yang tadinya sudah lemas perlahan mulai ikut menggerakkan pantatnya menyambut ayunan pantat si engkoh. Kembali kedua insan itu berkubang dalam napsu hewani d gudang kandang babi yang sebenarnya tidak layak untuk tidur itu. Apalagi keduanya bergulat hanya beralaskan karton bekas. Gila!

“Ohh..Sulti …putalll…yahhh…tel..lushhh putt..alllhhh! Si engkoh tak henti hentinya menggeram menyuruh mbak Surti memutar pantatnya lebih kencang. Napasnya terdengar menderu-deru dan gerakannya memompa semakin liar. Mbak Surti pun mengerti keinginan si engkoh. Pantatnya digerakkannya memutar seperti orang sedang menampi beras. Kulihat tangan si engkoh yang besar mencengkeram bukit payudara mbak Surti dengan keras seperti sedang meremas adonan kue. Tubuhnya bergerak semakin liar dan akhirnya berkelojotan seperti sedang melepaskan sesuatu.

“Aarghhh…..tel … lllushhh…arghhh…” suara geraman si engkoh semakin keras lalu tubuhnya meliuk-liuk di atas perut mbak Surti. Beberapa saat kemudian kulihat tubuh si engkoh ambruk menindih tubuh telanjang mbak Surti. Napasnya tersengal-sengal seperti habis berlari-lari lalu akhirnya terdiam. Kedua paha mbak Surti pun masih ketat menjepit pinggang si engkoh seolah tak ingin terlepas dari gencetan tubuh gendutnya.

Aku terbeliak ketika kemudian si engkoh menggulingkan tubuhnya dari atas perut mbak Surti. Mataku nanar melihat betapa dari lubang kemaluan mbak Surti ada cairan kental berwarna putih seperti tajin yang meleleh keluar. Hal ini kulihjat jelas karena posisiku mengintip kebetulan berada di arah tegak lurus dengan selangkangannya yang masih terbuka lebar. Lalu dengan agak malas mbak Surti duduk dan mengelap selangkangannya dengan cd si engkoh. Aku tertawa sendiri melihat kelakuan mbak Surti karena membayangkan bagaimana nanti kemaluan si engkoh akan lengket oleh bekas air maninya sendiri.

Tangan si engkoh membelai punggung mbak Surti yang masih telanjang. “Besok lagi ha…?”
“Ahh… jangan koh … nanti ketahuan orang kan malu!”
“Ya …besok kalau tidak ada olang ha… soalnya lusa owe mau ke Sulabaya mau kilim itu babi” si engkoh tetap mendesak mbak Surti.
“Ya lihat..lihat situasi aja ya koh!”

Lalu kulihat mbak Surti sibuk memakai pakaiannya kembali. Si engkoh pun bangun dan mulai memakai bajunya lagi. Kemudian si engkoh merogoh kantongnya dan memberikan beberapa lembar uang puluhan ribu. Gila banyak benar tuh mbak Surti dikasih duit sama si engkoh. Waktu itu uang sepuluh ribu nilainya besar sekali lho. Aku masih ingat waktu itu harga rokok Jarum Super masih Rp.2.500 per bungkusnya!

Melihat keduanya sudah mulai berpakaian, aku pun beranjak meninggalkan tempat pengintaianku agar tidak ketahuan. Setelah agak jauh, aku segera berlari pulang ke rumah yang jaraknya tidak begitu jauh dari kandang babi itu. Aku masih gemetar dan berusaha menghilangkan debaran jantungku dengan minum air kendi yang ada di meja. Ibuku belum pulang dari pasar. Soalnya biasanya sehabis keliling pagi, ibuku langsung pergi ke pasar untuk belanja bahan jamu buat jualan keesokan harinya.
Aku masih duduk di bangku depan rumah saat kulihat mbak Surti baru datang. Aku merasa salah tingkah takut kalau-kalau mbak Surti mengetahui aku mengintipnya tadi.

“Eh …Adi sudah pulang sekolah?” tanya mbak Surti kepadaku.
“Emm..anu mbak… baru saja pulang kok” kataku berbohong. “Emmm..mbak Surti habis dari mana?”
“Anu .. ini tadi mbak habis nyuci baju di sumur dekat kandang babinya si engkoh.”
“Ooooo….lho…kok pulang enggak bawa cucian?” kataku begitu mengetahui kebohongannya, karena ia tidak membawa apa-apa.
“Ehh…ii..iya lupa! Tadi habis nyuci kok mbak lupa bawa pulang cuciannya ya…” kilahnya seperti salah tingkah.
Aku semakin berani menggodanya “Habis nyuci baju apa nyuci yang lainnya hayoo….”
“Ahh…kamu ini masih kecil sudah sembrono!” katanya gemas mendengar olokanku yang sepertinya mengena.
“Adawww….!” aku menjerit karena kemaluanku dipencet mbak Surti dengan gemas.
“Salah siapa bicara yang enggak-enggak, minta ampun enggak?!”
“Ampuun mbak….ampuun deh…!” aku berkaok-kaok karena mbak Surti makin keras memencet ‘adik’ kecilku itu.
“Ya sudah … ayo sana ke kandang…sudah ditunggu si engkoh tuh!” sambil melepaskan jepitannya dia berbasa-basi menyuruhku pergi. Aku berlalu sambil sempat melirik ke arahnya yang sedang berjalan memasuki kamarnya. “Wah ….indah juga tuh pantatnya” kataku dalam hati saat melihat pantatnya yang padat bergoyang-goyang seiring langkah kakinya.

Hari itu berlalu seperti bisanya seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aku pun berlaku normal seolah-olah tadi tidak melihat si engkoh menyetubuhi mbak Surti. Aku hanya heran kok mbak Surti tidak jadi mengambil pakaian yang masih ada di embernya di dekat sumur itu.

Seperti biasanya, menjelang maghrib si engkoh pun pulang ke rumahnya yang lumayan jauh jaraknya dari kandang babinya. Kandang babi menjadi sepi karena hanya aku yang masih membereskan beberapa pekerjaan kecil setelah memberi makan babi-babi itu. Sementara itu sumur pun sudah mulai sepi karena warga sudah selesai memanfaatkan airnya secara bergilir.

Tidak beberapa lama kemudian, mbak Surti muncul sambil membawa handuk bersiap untuk mandi di sumur itu. Oh ya, si engkoh memang baik sehingga ia sengaja membuat bilik kecil untuk mandi yang terbuat dari anyaman bambu tanpa atap. Sebagai penampung air, si engkoh membuatkan pula bak kecil dari bata dan semen. Maka tak heran jika warga begitu menghormati si engkoh dan ikut menjaga keamanan kandang babinya dengan suka rela tanpa dibayar. Pintar juga si engkoh ini.

Aku masih berbenah di kandang saat mbak Surti mulai menimba air dan mengisi bak mandi. Hal itu kuketahui dari suara kerekan yang ditarik lalu diikuti dengan gerojokan air yang ditumpahkan. Setelah beberapa timba, suara kerekan tidak terdengar lagi dari tempatku. Itu artinya mbak Surti pasti sudah mau mandi. Aku yang masih penasaran setelah melihat keindahan tubuh mbak Surti saat bersenggama dengan si engkoh tadi pagi tak ingin melewatkan momen emas ini begitu saja.

Aku segera menghentikan pekerjaanku dan berjingkat menuju ke arah bilik tempat mandi itu. Aku memutar ke arah belakang yang persis berada di tepi sungai bengawan, lalu mencari tempat strategis di antara pohon singkong yang sengaja ditanam untuk mengisi tanah kosong. Tempatku mengintip sungguh sangat strategis karena tidak mungkin terlihat orang lain kecuali dari arah bengawan. Itu pun kalau ada orang yang sengaja menerobos kerimbunan pohon singkong.

Mataku terbelalak seolah terlepas dari kelopakku saat melihat mbak Surti sudah setengah bugil dari celah-celah anyaman bambu bilik tempat mandi itu. Mbak Surti sudah melepaskan gaunnya dan hanya mengenakan rok bawahan saja. Kedua bukit payudaranya tampak menggantung indah. Secara otomatis batang kemaluanku yang masih belum disunat mulai menegang saat mbak Surti mulai melepas kain rok yang masih melekat di pinggangnya dan menggantungkannya ke kawat yang memang sengaja dipasang untuk tempat pakaian. Sekarang mbak Surti hanya tinggal mengenakan CD berwarna putih yang sudah agak kumal.

Jantungku serasa mau copot saat mbak Surti mulai membungkuk dan melepaskan celana dalam kumalnya melewati kedua kakinya satu per satu hingga ia bugil sama sekali. Ohh alangkah indahnya tubuh mbak Surti. Pantatnya masih kencang dan bentuknya bulat membola. Gundukan bukit kemaluannya sangat munjung dipenuhi dengan bulu hitam keriting yang sangat lebat menambah keangkerannya.

Aku tidak melewatkan sedetikpun saat mbak Surti mulai menyiram tubuh telanjangnya dengan air dari bak semen. Begitu pun saat ia membalur tubuhnya dengan sabun lifebuoy merah hingga tubuh bugilnya kelihatan mengkilap karena busa sabun. Jakunku naik turun melihat tangan mbak Surti dengan pelahan mulai menggosok gundukan bukit kemaluannya. Lama sekali mbak Surti menyabuni bagian selangkangannya seolah sedang menikmati belaian si engkoh tadi.

“Shh…ohhh…” kudengar mbak Surti mengerang lirih dari dalam bilik mandi sambil memejamkan matanya. Tangannya tetap menggosok selangkangannya yang penuh busa sabun.
Aku semakin tercekat menyaksikan hal itu. Tubuhku seperti meriang menahan gejolak remajaku yang menggebu. Ini benar-benar pengalamanku yang luar biasa. Baru kali ini aku melihat makhluk lawan jenisku yang sudah dewasa dalam keadaan telanjang bulat.

Kresekkkkk….karena gugup kakiku tanpa sengaja menginjak daun ketela yang sudah mengering. Kulihat mbak Surti buru-buru meraih handuk kumalnya untuk menutupi tubuhnya yang masih penuh sabun. Cilaka dua belas!!! Aku tak tahu lagi harus berbuat apa! Aku pasrah pada apa yang terjadi. Biarlah yang terjadi terjadilah …que sera sera!!

Akhirnya apa yang kucemaskan datang juga. Mbak Surti dengan menaiki bak mandi melongok ke arahku dan kulihat matanya mendelik melihat aku yang terpojok karena tertangkap basah sedang mengintip ia mandi.
“Hayo….Adi kamu lagi ngapain di situ? Mau ngintip ya…?”
“Eh… anu… anu ….”
“Anu apa? Anu mu itu? Pasti kamu ngintip mbak mandi to?”
“I….iya mbak…..maafin Adi mbak….soalnya….soalnya….”
“Hayo soalnya apa hah?!” , mbak Surti dengan sewot menyemprotku.
“Anu mbak….soalnya….mmm … soalnya mbak Surti seksi …” aku menjawab sekenanya sambil bersiap-siap mengambil langkah seribu seperti PKL yang kabur saat dikejar Trantib.
Jawabanku yang asal-asalan ternyata menolong diriku. Rupanya mbak Surti cukup senang saat aku mengatakan ia seksi. Wanita mana pun pasti bangga dong kalau dibilang seksi dan menarik. Kemarahannya perlahan-lahan mulai mereda, bahkan kejadian berikutnya sama sekali di luar bayanganku.
“Jadi…kamu selama ini senang ngintip ya? Hayo jawab yang jujur” Suaranya masih keras tetapi tidak segalak sebelumnya.
“I…iya mbak…”
“Jadi….tadi siang kamu. juga….” Pertanyaan mbak Surti terputus karena ia menyadari bahwa aku sudah mengetahui perselingkuhannya dengan si engkoh.
“I…iya mbak…” Aku yang masih lugu hanya menjawab sejujurnya agar ia tidak marah lagi karena aku sudah mengintipnya mandi.
“Benar kamu sudah tahu tadi siang waktu mbak di sini?” suara mbak Surti menjadi semakin lirih karena sekarang aku sudah memegang kartu As
“Ta…tahu mbak…soalnya tadi Adi pulang sekolah lebih awal dan langsung ke sini…”
“Aduhh…Adi….bagaimana nih….sekarang mbak mau minta tolong sama Adi mau kan?” Mbak Surti yang menyadari kalau aku mengetahui perselingkuhannya sekarang berbalik menjadi agak ketakutan.
“Tolong apa mbak? Pasti Adi mau nolongin mbak….”
“Kamu sini masuk aja ke sini nanti mbak kasih tahu…” suara mbak Surti terdengar memelas.
“Wah…..ba…bagai mana nih mbak….masak Adi ke situ…kan mbak lagi mandi” aku menjadi gugup saat mbak Surti menyuruhku masuk ke bilik tempa mandi.
“Enggak apa-apa sayang… kamu kan masih kecil”

Aku berjalan memutar dan beberapa saat kemudian aku sudah masuk ke kamar mandi. Mataku benar-benar terpana sekarang. Tubuh mbak Surti yang hanya tertutup handuk seadanya kini benar-benar terpampang dihadapanku dari jarak yang begitu dekat. Handuknya yang kecil tidak mampu menutupi tubuh telanjangnya.
Dadaku bergemuruh tak karuan saat melihat betapa pangkal paha mbak Surti yang mulus terlihat jelas karena handuknya tidak mampu menutupi bagian itu. Aku tidak berani melihat wajahnya karena malu. Aku sempat melirik ke bagian bawah tubuhnya dan kulihat pangkal paha mbak Surti yang lebat ditumbuhi bulu keriting.

“Kamu duduk di sini Di…mbak mau ngomong” kata mbak Surti sambil menunjuk tepi bak mandi. Dengan ragu aku hanya memandang wajahnya.
“Enggak apa-apa…mbak Cuma mau ngomong…” mbak Surti pun duduk di tepi bak mandi di sampingku. “Di….mbak mau minta tolong sama Adi …mau kan ?”
“Minta tolong apaan mbak?” aku masih bingung dari tadi mbak Surti bicara mau minta tolong terus.
“Gini lho Di….mbak minta tolong sama Adi jangan ngomong soal mbak sama si Engkoh dengan siapa-siapa ya…apalagi sama kang Tarman… ”
“Memangnya kenapa mbak?” Aku yang masih kecil tentu tidak tahu dampak yang akan terjadi apabila kasus ini tersebar luas di kampungku.
“Adi sayang sama Engkoh kan? Nah kalau orang-orang pada tahu tentang kejadian ini nanti kasihan si Engkoh….bisa-bisa dia dipukuli orang-orang” kata mbak Surti menjelaskan.
“I…iya mbak…“
“Nah….begitu baru anak yang baik namanya“ mbak Surti kelihatan senang ketika aku mengiyakan kemauannya. Tangannya tidak lupa memencet tititku yang sudah kencang dari tadi karena melihat tubuh telanjangnya.
“Lho….apa ini….kok keras sekali“ tanya mbak Surti menggodaku saat ia mengetahui kalau tititku sudah mengeras.
“Eh…anu…anu ..eh“ aku tidak mampu menjawab karena malu ketika mbak Surti mengetahui aku terangsang melihat ketelanjangannya.
“Kamu kecil kecil sudah tahu perempuan rupanya ya…” mbak Surti terus menggodaku sambil tangannya tetap memencet titiku yang sudah kencang sekali.
“Hayo sini mbak mandiin sekalian. Kamu belum mandi kan?”
“Be…belum mbak“ jawabku jengah.
“Ayo lepas pakaianmu biar mbak mandiin sekalian“ Mbak Surti kemudian menarik kausku dan celana kolorku.

Aku menjadi malu sekali karena baru kali ini aku telanjang bulat di depan perempuan dewasa. Namun itu tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba mbak Surti menyiram tubuhku dengan air yang dingin. Pikiranku yang ngeres mulai sedikit buyar karena tersiram air yang segar sekali.

Hatiku menjadi dag-dig dug tak menentu ketika tangan mbak Surti yang cukup halus mulai menyabuni tubuhku. Aku memejamkan mata karena malu, tetapi dengan sembunyi-sembunyi aku melirik tubuhnya yang telanjang bulat di sampingku. “Ohhh…indah sekali tubuh wanita dewasa“ bisikku dalam hati. Aku hanya mampu menelan ludah melihat pemandangan yang begitu mengasyikkan dari jarak yang sangat dekat.

Tubuhku terasa nyaman sekali saat tangan mbak Surti mulai menyabuni punggungku. Aku merasakan betapa tangan mbak Surti bergerak lincah menyabuni seluruh punggungku. putri77.com Aku pun mandah saja dan kunikmati elusan tangan Mbak Surti yang menyabun seluruh tubuhku. Digosoknya punggungku dengan sabun terus ke bawah hingga pantatku pun tak lupa digosok-gosoknya. Tangannya bergerak dari leherku lalu turun ke bawah. Aku menjadi tercekat saat tangan mbak Surti mulai bergerak di bagian pantatku yang penuh. Tangannya menyabuni bongkahan pantatku sambil sesekali meremasnya.
Napasku mulai memburu karena terangsang saat pantatku diremas-remas mbak Surti dan yang lebih membuatku terangsang adalah adanya sentuhan-sentuhan lembut di punggungku karena payudara mbak Surti berkali-kali menyentuh kulit punggungku.

“Hayo.. sekarang depannya..” tiba-tiba Mbak Surti menyuruhku untuk menghadapinya.
Tangannya mengusap leherku terus ke bawah dan beberapa saat memainkan jarinya di kedua tetekku bergantian. Aku menahan napas ketika tangannya terus merayap ke bawah dan mulai menyabuni selangkanganku. Diremasnya batang kemaluanku dengan lembut. Tititku yang sudah sedari tadi mengeras menjadi semakin kencang dan mau meledak rasanya.
“Lho.. kok terus kencang?” gurau Mbak Surti demi melihat batang kemaluanku berdiri tegak bak petarung yang siap laga. Aku jadi jengah dan sedikit malu.
“Iya soalnya dia tahu ada lawan mendekat” balasku untuk menghilangkan kekakuan.
“Aku yang sudah sangat terangsang dengan elusan dan remasan tangannya di selangkanganku langsung saja memeluknya dan tanpa ba Bi Bu lagi kusergap payudaranya yang menggantung indah di depanku dengan kedua tanganku.

Tanganku dengan beraninya berkeliaran meremas kedua payudara Mbak Surti yang licin karena sisa-sisa sabun yang masih menempel.

“Dikk.. ohh” Mbak Surti Cuma bisa melenguh dan menggelinjang.
Tangannya semakin liar mengurut dan meremas batang kemaluanku. Aku sendiri tidak perduli kalau tubuhku masih penuh dengan busa sabun.
Napasku kian memburu karena perlakuan mbak Surti yang semakin liar mengurut tititku.
“Mbak…ahhh…geli…mbakkk….” aku mendesis desis karena ada semacam rasa aneh yang baru kali ini kurasakan. Tititku serasa menggembung dan perut bagian bawahku semakin mengejang. “Mbakk…Adi…mau pipisss….!”
Mataku membeliak menahan sesuatu yang hendak meledak di bagian bawah tubuhku. Lalu akhirnya crrrt….crrttt….creettt…”Ohhh…mbaakkk….Ad i pipissss…”
Aku merasa melepaskan semacam cairan dari tititku saat mbak Surti mengocok benda itu dengan liar. Tubuhku berkelojotan dan kedua tanganku langsung memeluk tubuh telanjangnya. Napasku mulai melemah dan tubuhku terasa lemas sekali setelah aku ‘pipis’ di tangan mbak Surti.
“Gimana Di? Enak enggak?”
“Ahh…Adi jadi malu mbak…tangan mbak jadi kena pipisnya Adi”
“Enggak apa-apa Di…itu namanya kamu sudah keluar. Hayo sekarang gantian Adi yang mandiin mbak” Mbak Surti memberi penjelasan singkat tentang apa yang barusan ku alami. Ia sekarang memintaku memandikannya.

Kuraih sabun yang disodorkannya dan mulai menggosok punggung mbak Surti yang halus. Kugosok bagian punggungnya dan tanganku yang nakal bergeser terus ke bawah. Begitu tanganku menyentuh bagian pantatnya yang padat tanganku mulai meremas dengan gemas. Kuelus dan kugosok ke dua belah bongkahan pantat Mbak Surti.
Mbak Surti rupanya sangat menikmati remasan tanganku di bongkahan pantatnya. Hal itu terbukti dari posisi tubuhnya yang sengaja agak nungging dengan kedua tangan berpegangan bak mandi di depannya. Aku menjadi semakin leluasa bermain-main dengan pantatnya yang indah.

Setelah puas bermain-main dengan pantatnya, tanganku mulai bergerak ke bagian depan tubuhnya. Sasaran utamaku adalah bukit payudara mbak Surti yang menggantung indah karena ia sedikit membungkuk. Namun saat itu posisiku masih dibelakang Mbak Surti, jadi tanganku menggosok bagian depannya sambil memeluknya dari belakang. Saking ketatnya pelukanku, tubuh bagian bawah kami saling menempel ketat. ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

MONA4D

PutriBokep

Create Account



Log In Your Account